Barefoot In Baghdad (resensi buku dan sinopsis)
Penerjemah : Istiani Prajoko
Cetakan 1, Juli 2014
Diterbitkan oleh penerbit Qanita
PT Mizan Pustaka
Novel True
Story, Barefoot in Baghdad, kisah nyata pengabdian seorang wanita Amerika
kepada para korban perang Irak. Begitulah kata-kata yang terpampang di cover
depan novel tersebut. Penulisnya adalah Manal M. Omar. Dia adalah aktifis yang
bekerja di organisasi Women for Women International yang didirikan Zainab
Salbi. Manal menulis buku seputar perjuangannya selama 4 tahun membantu korban
perempuan di Irak pada masa pemerintahan Saddam Hussein. Lalu dilanjutkan
menjadi Seorang Direktur Program Operasi Stabilitas dan Perdamaian di Kawasan
Pasca-Konflik untuk kawasan Irak di The United States Institute of Peace (USIP)
hingga tahun 2010. Novel ini benar-benar keren ! dari kisah inilah aku pun
mulai menumbuhkan cita-cita baru sebagai seorang muslimah modern.
Pada Oktober
2003, Manal yang seorang keturunan Palestina namun tinggal di Amerika sejak
usia 6 bulan, memulai perjuangannya. Dengan modal nekad bersama Zainab dan beberapa teman lainnya. Manal
berstatus warga negara Amerika, namun berjiwa muslimah dalam menolong
perempuan-perempuan di Irak.
Korban yang
diceritakan dalam bukunya, diantaranya ada kalthoum. Dia adalah remaja putri,
16 tahum, yang sudah menikah namun mendekap di tahanan kamp amerika. Yang menjadi
permasalahan adalah karena dia diperkosa dan sedang mengandung. Manal berusaha
mati-matian untuk memberikan solusi bagi kalthoum.
Lalu ada juga
Muna, janda yang menikah usia 16 tahun. Ia diceraikan tanpa sebab dan dipisah
dengan anak-anaknya dari suaminya. Dia kemudian tinggal di rumah 4 saudara
laki-lakinya dan bekerja seperti budak dengan melayani 4 istri mereka. Manal
berhasil membujuk untuk masuk organisasinya dan bekerja untuk 5 tahun menjadi
tulang punggung organisasi tersebut di Irak.
Ada lagi
korban remaja perempuan adik kakak yang diperkosa laki-laki jalanan. Lalu,
joumana, putri tunggal keluarga kristen Assyria yang terkenal. Tinggal di
daerah Baghdad. Dia menikah dengan pria India. Dipenjara karena tidak mendapat
izin dari keluarga presiden Irak untuk menjadi warga negara Irak. Sang suami
dihukum mati. Dan Joumana disiksa dengan bengis dan masih ditahan di trailer
milik CPA. Manal, dengan jiwa kemanusiaannya, sebagai visi utamanya tentu
berusaha membantu mereka. walau kemungkinannya sangat kecil.
“Mereka
mengikatku ke pohon. Menggosokkan daging mentah ke seluruh tubuhku, kemudian
melepaskan anjing-anjing terkutuk milik Uday jahannam itu. Ada bekas gigitan itu
di tubuhku.” Katanya (Joumana) dan mulai bergerak membuka roknya. Dengan cepat
aku menghentikannya. Ia tidak perlu menjadi terlalu akrab denganku. (hal.
99)
Ada juga 5
remaja putri yang kabur dari rumah mereka menuju kamp Amerika. Lagi-lagi, Manal
ditugasi untuk membujuk mereka pulang. Namun, mereka menolak dan memilih untuk
diminta diberangkatkan ke Amerika. Aneh sekali, karena memang kebudayaan timur
tengah itu sangat berbeda dengan di Indonesia. Di sana, jika perempuan yang
sudah baligh keluar rumah tanpa mukhrim, selalu pulang membawa aib. Keluarga mereka
akan sulit menerima mereka kembali, kecuali anak-anak mereka pergi dengan
alasan diculik. Jika alasan sengaja, membunuh pun akan jadi solusi terbaik bagi
kehormatan keluarga, seperti yang akan dilakukan pihak keluarga pada kalthoum.
Bagaimana ?
tertarik pada kisah di atas ? kita harus yakini, kisah-kisah ini adalah nyata. Dan
tentu saja masih ada lagi perempuan lainnya yang menjadi korban diceritakan
dalam buku ini. Organisasi Women for women bertugas untuk menampung
perempuan-perempuan yang menjadi korban. Selain mengadakan perkumpulang korban,
untuk saling sharing, Manal juga membantu para janda usia muda agar bisa hidup
lebih produktif untuk bekerja mencari uang sendiri di tengah kependudukan yang
kumuh. Perempuan di sana, tidak diizinkan keluar tanpa mukhrim atau tanpa izin
suami. Ketika ada barang-barang rumah tangga yang rusak, harus ada yang
memperbaiki. Kaum laki-laki dilarang memasuki rumah yang berhuni perempuan
bukan mukhrim. Sebuah peluang besar bagi perempuan untuk mengambil alih
pekerjaan tersebut.
Kesenjangan sosial
di sana begitu jelas. Yang miskin berada di daerah kumuh. Berpakaian abaya
(pakaian besar yang menutupi seluruh tubuh). Dan yang kaya akan sangat
berpakaian modis. Tinggal di rumah mewah. Gaya remaja putri yang kaya biasanya
lebih seksi dengan rambut yang dicat warna yang kontras.
Setelah kisah
berbagai perjuangannya, di bagian akhir cerita dikabarkan bahwa suasana Irak
semakin kacau. Rentetan tembakan di siang dan malam hari. Dentuman bom secara
tiba-tiba. Dan aksi teror pada bus bus yang mengangkut masyarakat yang hendak
keluar dari Irak menuju bandara. Belum lagi aksi penculikan orang-orang
berkepentingan. Termasuk orang-orang yang pernah hadir berjuang bersama Manal
pun ikut diculik dan hilang tanpa kabar hingga kini. Siapa pun yang berjuang
harus siap mempertaruhkan nyawa tanpa diduga-duga. Inilah yang namanya jihad !
Yang aku
kagumkan adalah bagaimana Manal bergaul dengan orang-orang yang membantunya
dari berbagai keyakinan yang berbeda. Selama bekerja di organisasi, manal
diberikan 4 rekan pria oleh zainab untuk membantunya. Fadi, seorang Kristen,
Mais sekuler syi’ah, yusuf pengikut syi’ah dan Salah penganut Sunni. Sedangkan Manal,
menurut pengakuannya, penganut Islam sunni madzhab Maliki. Akhir cerita Manal
menikah dengan Yusuf seorang Syi’ah yang sangat sensitif dengan nama belakang
Manal, yaitu Omar / Umar bin khattab yang dibenci kaum Syi’ah.
Yang aku
herankan, ketika di Indonesia perbedaan keyakinan begitu dipermasalahkan, tapi
tidak bagi manal dan rekan-rekannya. Mereka berteman baik karena memiliki visi
yang sama menolong kaum perempuan yang menjadi korban peperangan di Baghdad. Janda-janda
muda, atau bahkan remaja putri yang dilecehkan yang beberapa menjadi tanggung
jawab mereka.
Selain organisasi
women for women, masih banyak juga organisasi wanita lainnya yang beroperasi di
Irak. Dan para pendirinya kebanyakan bukanlah muslimah. Ada seorang aktifis
liberal, lalu seorang kaum feminis yang sangat membenci Islam sekali pun ikut
serta membangun sebuah organisasi penampungan korban perang di sana yang
mayoritas Muslimah. Zzainab pun, pendiri Women for women International, 1993, yang
sudah beroperasi di 7 negara di dunia, seorang muslimah tidak memakai jilbab. Rambut
pendek dengan olesan cat tidak menunjukan identitas keislamannya seperti yang
dilakukan Manal.
Jika seorang Atheis
saja masih memiliki hati untuk berjuang menolong manusia, lalu umat islam
kemana ? jika yang mempertaruhkan nyawa untuk memperjuangkan hak hidup muslimah
adalah kaum perempuan liberal dan perempuan kafir lainnya, lalu kemana para
muslim dan muslimah yang lebih berkewajiban menolong saudaranya ? kita selalu
mengejek dan menghinakan kaum kafir, tapi dalam hal ini, layakkah kita terus
menyalahkannya ?
Bagiku,
muslimah tidak boleh berjihad ke luar rumah itu perlu dipertimbangkan. Sampai kapan
perempuan akan dikontrol kaum feminis dan librealis jika muslimah tidak
bergerak ? di era modern seperti ini, perempuan pun memiliki kewajiban yang
sama pentingnya. Sebagai contoh kecil, kita selaku muslimah harus bisa menolong
sesama musllimah lainnya yang memiliki masalah di sekitar kita. Karena seorang
laki-laki tentu ada saatnya akan tidak bisa menolong perempuan tanpa ikatan
mukhrim.
Dari buku ini,
aku mendapat sebuah inspirasi. Sebuah cahaya yang membukakan mata hati. Bahwa,
muslimah harus mengembangkan pola pikirnya. Islam adalah agama yang damai. Tak ada
paksaan untuk memeluknya. Islam melindungi jiwa manusia yang bukan muslim
sekalipun selama manusia itu bertindak damai dengan sesamanya. Islam
mengajarkannya, kita mengamalkannya.
Laki-laki adalah pelindung bagi kaum
perempuan. bukan berarti perempuan harus diam saja. Seorang istri bertanggung
jawab pada suaminya. Seorang suami harus selalu memuliakan istrinya. Namun kita lupa, bagaimana jika seorang istri
menjanda ? siapa yang akan menolongnya ? Dan suami yang shaleh tentu tahu apa
yang menjadi kewajiban dan hak sang istri dalam menolong saudaranya dan agama Allah SWT. Wallahu ‘alam.
Comments
Post a Comment