Seorang Santri Misterius
Di suatu tempat yang di selimuti kabut, senja, dan sunyi. Tak ada siapa
pun di dataran ini, hanya ada pohon-pohon rumah-rumah dan air sungai kecil
mengalir tenang di sebelah kiriku. Dan satu orang yang berjalan membelakangiku.
Seorang santri yang menggendong tas hitam dan memakai seragamnya tak asing lagi
bagiku. Aku kenal seragam itu, namun siapa yang memakainya ? seolah tak
menyadari kehadiranku, dia terus berjalan sendirian dengan sesekali tangannya
ia masukkan di saku celananya. Gaya laki-laki cuek dan kalem. Namun terlihat
rapi dan bersih. Gaya laki-laki pintar dan berwibawa. Seorang santri yang
posturnya lumayan tinggi rambut hitam, tapi aku tak bisa mengenalinya.
Ada sesuatu yang menuntunku untuk mengikuti langkah kakinya. Ke mana dia akan
pergi ?
Sore
itu, aku terus saja mengikutinya dari belakang. Dan dia tidak sedikit pun
menoleh. Padahal tidak ada siapa-siapa lagi di wilayah ini, apa hentakan kaki
ku di tengah kesunyian ini tidak terdengar olehnya ? sesekali aku bersembunyi
di balik pohon agar tidak diketahuinya. belokan demi belokan aku terus
mengikutinya dari kejauhan, yang semakin jauh jauh dan menghilang. Aku
kehilangan jejaknya. Kabut ini menelannya. Aku tak bisa melihat siapapun. Dia
telah pergi. Aku mulai kebingungan, tak ada siapapun yang bisa aku ikuti lagi.
Ini bukan wilayah kediamanku. Ini kampung orang lain. Siapapun bisa saja
menghuni kampung ini. Benar saja, seorang perempuan sepertiku yang kebingungan
seorang diri di tengah sore yang berkabut, menyalakan insting pria-pria tak
baik. Dari arah kanan datang 3 orang pria dewasa yang salah satunya berotot.
Mereka mendekatiku, aku semakin ketakutan. Di sini benar-benar tidak ada
siapapun. Aku ingin mundur, tapi tepat di arah berlawanan ada sebuah sungai
yang cukup lebar yang bisa menenggelamkanku. Apa yang akan mereka lakukan ?
Mereka
semakin mendekat dengan tawa-tawa tak menyenangkan. Salah seorang bertanya
semakin menakutiku. Lalu, mereka meraihku. Memegang lenganku, menarikku, dan
aku berteriak. Seketika itu, aku hampir-hampir menangis dan memejamkan mataku,
memohon pertolongan dari siapapun yang mungkin akan datang. Dari ketiganya,
salah seorang melepaskan genggamannya, dan kemudia di susul dengan yang
lainnya. Ingatkah dengan santri tadi ? entah dari mana asalnya dia kembali. Dia
menolongku. Dia nampak gagah dengan menghajar para pria jahat tadi. Rasanya dia
ahli dalam bela diri. Dan mereka menyerah lalu pergi kocar kacir. Sesaat
setelah aku melihat ke arah mana mereka pergi, nampaknya santri itu sudah
menghilang lagi. Padahal aku belum sempat memberi ucapan terima kasih padanya.
Dan aku ingin sekali bertanya siapa dia. Tapi dia segera pergi kembali. Aku
mengejarnya yang sudah berjalan jauh, tapi saat aku menemukannya, dia tetap
tidak menoleh. Aku heran, ada apa dengan sikapnya ? kenapa dia tidak menoleh
padaku sedikitpun ? kenapa dia tidak berbicara padaku sedikitpun ? padahal dia
mengetahui keberadaanku dan baru saja menolongku.
Semakin jauh dia melangkah, hingga akhirnya menyebrangi jembatan kecil
menuju sebuah perumahan sempit. Masih saja tidak ada orang di sana. Sesekali
dia menghentikan langkahnya. Aku pun ikut berhenti. Lalu dia melanjutkan
langkahnya lagi. Aku tahu maksudnya. Ia tidak ingin diikuti. Baiklah, mungkin
sampai di sini aku mengikutinya. Hari sudah semakin gelap. Aku menghentikan
langkahku. Dia tetap melangkah melaju. Menghilang di telan kabut. Lalu
terdengar sebuah kegaduhan,
“dug..dug..dug..dug..dug..dug..dug..”
suara orang-orang memukul dinding yang terbuat dari papan kayu.
“bangun..bangun..bangun...
ayoo banguun.. sholat tahajjud !!” suara teriakan para santriwati yang menjaga
piket malam.
Aku
terbangun dan sadar. Ternyata peristiwa tadi adalah sebuah mimpi.
Mantingan, Ngawi, Jatim. Ponpes Darussalam Gontor Putri 2. 2013.
Mantingan, Ngawi, Jatim. Ponpes Darussalam Gontor Putri 2. 2013.
Comments
Post a Comment