Narnia<->Hernia Salah Fokus
“ih, ular ! gue benci banget sama
ular. Dia itu licik banget, masa gak punya kaki tapi bisa jalan ?” kata rida
duduk deket jendela elef barisan kedua tepat belakang supir.
“belum lagi tubuhnya yang licin,
iih.” Lanjutnya
“gue pernah pegang ular. Gak apa-apa
kok !” bantahku pada rida yang dari tadi merinding
“iiih...”
“emang kenapa ? gue juga pernah
pegang katak. Pas mau ngerjain pelatih silat yang perkasa itu tapi takutnya
sama katak coba.”
“iiih, plis deh ni. Katak itu lebih
jijik.”
“lha, gak ngigit juga kan ?”
“iya, tapi suka pipis.”
“oh iya sih, terakhir kali gue
pegang juga dia pipis.”
“iiiih..”
“tapi gue juga pernah pegang cicak
buat ngerjain kapten futsal SMP yang kebetulan temen sekelas gue juga. Masa
cowok gentle takut cicak coba ?”
“iiiih.. agni itu cewek bukan sih ?”
“ya ampun.. gak Cuma itu. Kecoa sama
cacing juga penah gue pegang. Wah, tangan ini sudah terkontaminasi banyak hal
rupanya.”
“iiiiih. Agniii !! jangan iih !”
“tuh kan, semua orang bilang gitu. Saya
selalu salah !”
“ya iya lah. Kamu itu cewek ni !
jangan megang begituan.”
“lha, temen SMP agni bahkan
melihara ular. Ada juga yang melihara lutung, waktu dia masih SD. Keren kan ?
nanti agni mau melihara singa aja ah. Haha..”
“kayak Hernia dong !” celetuk
Sulam. Yang duduknya diantara aku dan Rida.
Hernia
? apaan tuh ? aku dan rida benar-benar bingung apa yang sulam katakan. Kenapa jadi
nyambung ke hernia ? seketika hening. Aku dan rida menatap tajam-tajam sulam
yang sedang belagu nya karena sudah mengatakan hal keren yang tak dimengerti orang
lain. Atau mungkin dia yang menganggkat tangan dan meletakkan keduanya di
belakang lehernya juga sedang berpikir dan seolah berbicara, “masak kalian gak
tau Hernia ?”
“hernia
?”
“itu yang punya singa juga !”
“bentar.. itu mah Narnia !”
Seketika
wajah Sulam memerah lalu tersungkur malu. Kami semua tertawa terbahak-bahak. Bagaimana
bisa dia mengganti Narnia dengan kata Hernia ?
Selang
cukup lama kami tertawa, Andini, teman yang duduk di seat belakang kami
berkata,
“duh, rasanya ingin makan yang
seger-seger nih.”
“oh iya, agni ada buah bekal dari
rumah. Aah, kenapa baru inget sekarang ? nih makan aja daripada mubazir.” Aku mengambil
keresek putih berisi buah mangga-apel (buah mangga yang berbentuk seperti apel)
yang sudah dipotong-potong. Mereka menyerbunya dengan antusias.
“yaah, ni. Kok jadi item gini ?”
“oya ? waaah, mungkin karena
didiamkan sehari semalam. Gimana dong ?”
“coba dulu.” Kata sulam, lalu
mengambil dan memakannya.
“rasanya gak apa-apa kok.” Sulam masih
memakannya.
“lam, awas ah, gue gak tanggung
jawab yaa kalo lo kenapa-kenapa.”
“nanti sakit perut loh.”
“gak apa-apalah. Pokoknya harus
hernia !” kata sulam lagi dengan PD nya mengungkit kembali ucapan konyolnya
itu. Lagi lagi kami tertawa.
“lam, kamu itu gak tau atau
pura-pura gak tau ?”
“tau lah ! kan udah nonton yang
pertama sama yang keduanya !”
“lagi ngomongin apaan sih ?” tanya
Fatia, teman yang duduk disebelah kiriku. Dia yang dari tadi diam tiba-tiba
bertanya soal apa yang kami tertawakan.
“ini, hernia.”
“hernia ? bukannya itu nama
penyakit ya ?”
“haaah ??”
Mendengarnya,
kami kembali tertawa. Sulam berhenti makan karena lagi-lagi dia dibuat malu
dirinya sendiri.
“hahahaa.. ‘pokoknya harus hernia’
hati-hati loh lam..”
“gak jadi ah makannya. Takut malah
karma lagi.”
“lam, setau andini hernia itu
penyakit laki-laki deh.”
“laki-laki ? maksud lo ? apa jangan
jangan .... aaah, sulam, jadi selama ini kamu itu sebenarnya bukan .... hahaha..”
“bukaan.”
“makanya tadi andini tanya, sulam
itu gak tau atau pura-pura gak tau. Tapi tadi bilang ‘tau lah kan udah nonton
yang ke satu sama yang keduanya’.”
“maksud yang kesatu sama yang kedua
? jadi, sulam udah nonton hernia ???? whaha, parah banget..”
“iiih, bukan. Maksud gue, hernia
itu narnia. Jadi, gue udah nonton yang ke satu sama yang kedua filmnya.”
“ahahha.. bedanya hernia yang
kesatu sama kedua apaa lam ?”
“awas loh, ntar kalo ke bioskop
jangan bilang mau nonton hernia, nanti si mba nya kebingungan.”
Suasana makin
tak karuan. Kami benar-benar tertawa dengan topik yang dibicarakan. Pak supir
juga tertawa kecil. Ternyata dari tadi dia sudah tau apa itu hernia. Dan juga
sudah memberi tahu sejak awal hernia itu penyakit kelamin laki-laki. Tapi, tak
ada yang mendengar kecuali fitri dan Nilam yang duduk di paling depan.
“aduuuh
sulam sulam.. awas ya, jangan nonton yang ke-3 nya !” semua tertawa.
Di lain hari,
hernia hadir lagi. Saat UAS mata belajaran Biologi, Hernia muncul di soal PG. Padahal
kami belum mempelajarinya. Nama penyakit dari sobeknya otok perut yang
mengakibatkan usus melorot hingga ke bagian bawah perut, aku memilih jawaban
poin C. Hernia ..... aku lupa kepanjangannya.
Membacanya, kami
teringat kejadian itu. Dan Indah, teman kami yang paling antusias
mentertawainya. Juga ikut tertawa saat kata hernia muncul lagi di soal UAS.
Masih
ada kejadian konyol akibat ulah sulam. Yang jelas, sikapnya mengajarkanku untuk
tampil apa adanya dan bahagia apa adanya..
Catatan : untuk guru gue, sulam, yang pastinya baca postingan ini, 4 kata buat
lo. Gue suka Gaya Lo ! *Ala nobadinobadi bacyu.
Comments
Post a Comment